Bila Hati Rindu Untuk Berpoligami

Hukum Berkhalwat dengan Wanita yang telah Dikhitbah

Posted on: 4 Maret 2018

Fatwa Tentang Hukum Berkhalwat dengan Wanita yang telah Dikhitbah (asy Syaikh Al Allamah Abdul Aziz bin Baaz)

_Juga terkait Mendahulukan Akad Syar’i Sebelum Akad Resmi dan Walimah?_

Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Yahya al Medani1

Pertanyaan:

Saya ingin wahai Syaikh yang mulia untuk mengutarakan pertanyaan ini dan berharap jawaban Anda sesegera mungkin,”Apakah seorang laki-laki berhak untuk berkhalwat(berduaan) dengan wanita setelah ia melamarnya?”

Lamaran ini dengan kehadiran bapak dari pihak laki-laki dan perempuan. Dan ada ada dua laki-laki lainnya.

Ayah si wanita telah berkata kepada si laki-laki,”Aku telah mengabulkan untuk menikahkanmu dengan putriku.”

Dan ini terjadi dengan adanya ayah si laki-laki dan dua laki-laki lainnya(sebagai saksi)?

Jawaban:

“Adapun sekadar khitbah(lamaran) maka TIDAK BOLEH baginya untuk berduaan dengan si wanita karena semata-semata sudah melamar. Sebab si wanita masih _ajnabiyah_(bukan mahram)nya. Dan berduaan dengannya ada bahaya dan mungkin terjatuh pada _fahisyah_ (zina).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يخلونَّ رجلٌ بامرأة إلا مع ذي محرم

_Janganlah seorang laki-laki ber-_khalwat_ dengan seorang wanita kecuali _mahram_nya._

Dan Beliau ‘alaihish shalatu wassalam bersabda:

لا يخلون رجلٌ بامرأة فإن الشيطان ثالثهما

_Tidaklah seorang laki-laki ber-_khalwat_ dengan seorang  wanita maka syaithon adalah yang ketiga diantara keduanya(yaitu akan menggoda keduanya untuk berbuat _fahisyah_, pent.)_

Akan tetapi :
Jika ayah si wanita telah membuat akad untuk si laki-laki dengan kehadiran dua orang saksi dengan berucap,”Aku telah menikahkanmu(dengan putriku)”, si laki-laki menjawab,”Saya terima” dan si wanita ridha dengan akad tersebut MAKA si wanita telah menjadi istrinya yang boleh untuk ia berduaan dan berjima’ dengannya.

NAMUN jikalau hal tersebut:

~ kadang menyelisihi kebiasaan penduduk setempat dan terkadang membawa kepada prasangka jelek  kepada si wanita

~ juga mungkin si wanita hamil dan orang-orang mengira bahwa itu terjadi tanpa adanya suami

MAKA akad yang seperti ini tidak selayaknya (dilaksanakan) sebagai bentuk menjauhkan dari prasangka jelek dan tuduhan-tuduhan.

ADAPUN jika ia berduaan dengan si wanita dengan izin dan pengetahuan keluarganya serta ia berkomunikasi dengan si wanita SETELAH pernikahan maka tidak mengapa yang demikian.

Dan yang afdhol untuk diakhirkan akad tersebut sampai datangnya waktu _zifaaf_(acara pernikahan) ,sampai sempurna _zifaaf_ yang ma’ruf, antara keduanya sehingga tidak ada tuduhan di sana. Juga tidak terjatuh dalam bahaya akibat prasangka buruk.

Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan.

https://www.binbaz.org.sa/noor/10722

Tinggalkan komentar

Kalender Hijriah

Jumlah Pengunjung

  • 137.142 Pengunjung

Pengunjung